A. Penyesuaian Diri dan
Pertumbuhan
1. Konsep Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam
bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment.
Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk
konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan
(mastery).
Pada
mulanya penyesuaian diri diartikan
sama dengan adaptasi
(adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada
penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya,
seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus
beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada
juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas
terhadap suatu norma.
Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat
lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas,
menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus
selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral,
sosial, maupun emosional.
Sudut pandang
berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai
sebagai usaha penguasaan
(mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan
respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan
frustrasi tidak terjadi.
2. Pertumbuhan Personal
Pertumbuhan adalah
perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang
normal. Proff Gessel mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung
secara terus-menerus.
a. Penekanan
pertumbuhan , penyesuaian diri & pertumbuhan
Banyak kualitas penyesuaian diri yang
baik mengandung implikasi-implikasi yang khas bagi pertumbuhan pribadi. Ide ini
terkandung dalam kriteria perkembangan diri yang berarti pertumbuhan
kepribadian yang terus-menerus kearah tujuan kematangan dan prestasi pribadi.
Setiap langkah dalam proses pertumbuhan dari masa bayi sampai masa dewasa harus
menjadi kemajuan tertentu kearah kematangan tang lebih besar dalam pikiran,
emosi, sikap dan tingkah laku.
Pelekatan (fiksasi) pada setiap tingkat
perkembangan bertentangan dengan penyesuaian diri yang adekuat,
misalnya menggigit kuku, menghisap jempol, ngompol, ledakan amarah, atau
membutuhkan sangat banyak kasih sayang dan perhatian. Perkembangan diri
disebabkan oleh realisasi kematangan yang terjadi secara tahap demi tahap.Pertumbuhan
pribadi tergantung juga pada skala nilai yang adekuat dan tujuan yang
ditetapkan dengan baik, kriteria yang selalu dapat digunakan seseorang untuk
menilai penyesuaian diri.
Skala nilai atau filsafat hidup adalah
seperangkat ide, kebenaran, keyakinan, dan prinsip membimbing seseorang dalam
berpikir, bersikap, dan dalam berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain
dalam memandang kenyataan dan dalam tingkah laku sosial, moral dan agama.
Seperangkat nilai inilah yang akan menentukan apakah kenyataan itu besifat
mengancam, bermusuhan, sangat kuat, atau tidak patut menyesuaikan diri
dengannya.
Penyesuaian diri memerlukan penanganan
yang efektif terhadap masalah dan stress yang terjadi dalam kehidupan kita
sehari-hari, dan pemecahan masalah dan stress itu akan ditentukan oleh
nilai-nilai yang kita bawa berkenaan dengan situasi itu. kita seringkali
mendengar orang-orang menjadi berantakan dan dengan demikian mendapat gangguan
emosi dan tidak bahagia.
Orang-orang tersebut tidak yakin
mengenai hal yang baik atau buruk, benar atau salahh, bernilai atau tidak
bernilai. Mereka tidak memiliki pengetahuan, nilai, atau prinsip yang akan
menyanggupi mereka untuk mereduksikan kebimbangan atau konflik yang secara
emosional sangat mengganggu.Dalam proses pematangan, perkembangan situasi
sistem nilai akan meliputi juga tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang
menjadi inti dari integrasi dan tingkah laku menyesuaikan diri. orang yang
memiliki tujuan-tujuan yang ditetapkan dengan baik bertindak secara terarah dan
bertujuan, meskipun terkadang
terganggu oleh kehilangan arah, kebosanan, kekurangan minat dan dorongan.
b. Variasi
Dalam Pertumbuhan
Dalam variasi pertumbuhan memang sangat
beragam. Tidak semua individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri
berdasarkan tingkatan usia, pertumbuhan fisik, maupun sosial nya. Mengapa?
karena terkadang terdapat rintangan-rintangan yang menyebabkan
ketidakberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian, baik rintangan itu dari
dalam diri atau dari luar diri.
c. Kondisi-kondisi
Untuk Tumbuh
Kondisi jasmani seperti pembawa
atau konstitusi fisik dan tempramen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek
perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi
tubuh, kondisi jasmani dan kondisi pertumbuhan fisik memang sangat mempengaruhi
bagaimana individu dapat menyesuaikan diri nya. Carl Roger (1961)
menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu
hubungan :
1. Keikhlasan
kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
2. Menghormati
keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan
3. Keinginan
yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
d. Fenomenologi
Pertumbuhan
Fenomenologi
memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan
diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya
sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.”
(Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers,
yang boleh disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik.Carl Rogers
menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan
sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33).
B. Stres
1.
Pengertian
Stres
Stres
merupakan fenomena psikofisik yang manusiawi, dialami oleh setiap orang dengan
tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial.
Stres dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap individu.
Positifnya adalah mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan
kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Negatifnya adalah menimbulkan rasa
tidak percaya diri, penolakan, marah, depresi, yang memicu munculnya penyakit
seperti sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif,
apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan
dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan
terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya
dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu
bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau
mambuat aktif organisme.
Sedangkan
menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
2.
Efek-efe
Dari Stres
Berikut
adalah efek-efek yang bisa ditimbulkan dari stres, yakni:
Efek Umum Stress
|
||
Pada Tubuh
|
Pada Perasaan
|
Pada Perilaku
|
o Sakit kepala
o Ketegangan atau nyeri otot
o Nyeri dada
o Kelelahan
o Perubahan dalam gairah seks
o Gangguan perut
o Masalah Tidur
|
o Kecemasan Gelisah
o Kurangnya motivasi atau fokus
o Lekas marah
o Kesedihan atau depresi
|
o Kurang nafsu makan atau malah makan berlebihan
o Kemarahan yang meledak ledak
o Penyalahgunaan obat atau alkohol
o Penarikan sosial
o Merokok
|
3.
Faktor-faktor
Penyebab Stres
a. Faktor
Individual
Situasi
atau kondisi yang mempengaruhi kehidupan secara individual seperti faktor
ekonomi, keluarga dan kepribadian dari karyawan itu sendiri. Menurut Sarafino
(1994), faktor–faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah:
ü Tuntutan
kerja yang terlalu tinggi, seperti pekerjaan diluar kontrol pekerja yang harus
dilakukan secara berulang dan terus menerus, evaluasi lampiran kerja oleh
atasan.
ü Perubahan
tanggung jawab dalam kerja.
ü Pekerjaan
yang berkaitkan dengan tanggung jawab terhadap nyawa orang lain, seperti
pekerjaan tenaga medis dimana memiliki beban yang tinggi terhadap nyawa orang
lain sehingga menyebabkan kelelahan psikis dan akhirnya menimbulkan
stres.
ü Lingkungan
fisik pekerjaan yang tidak nyaman.
ü Hobi
interpersonal yang tidak baik dalam lingkungan kerja.
ü Promosi
jabatan yang tidak adekuat.
ü Kontol
yang padat terhadap pekerjaan.
Menurut Lazarus (1985)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah:
ü Kondisi
kerja yang kurang baik, seperti penerangan yang kurang baik, bising, terlalu dingin
atau panas, dan polusi udara.
ü Beban
pekerjaan yang berlebihan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Tugas
yang berlebihan secara kuantitatif terjadi bila penyelesaian suatu pekerjaan
dalam waktu yang singkat. Sedangkan tugas yang berlebihan secara kualitatif
bila tuntutan pekerjaan lebih tinggi dari pada pengetahuan dan ketrampilan
pekerja.
ü Desakan
waktu. Desakan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tidak
cukup sehingga pekerjaan selesai pada waktu yang di tentukan.
ü Bahaya
fisik, yang berupa kondisi kerja yang membahayakan, seperti membersihkan kaca
jendela gedung bertingkat atau adanya lingkungan kerja yang membahayakan.
Contohnya bekerja di tempat ketinggian dan pemakaian mesin-mesin
pemotong.
ü Spesialisasi
pekerjaan. Pada pekerjaan yang rutin dan sempit, para pekerja sulit untuk
mempersepsikan pekerjaannya sehingga pekerjaan menjadi menarik dan tidak
membosankan pekerja.
Pada penelitian yang
dilakukan oleh NIOSH research (1998) penyebab stres kerja dapat dibagi dua
yaitu yang berasal dari dalam individu dan dari luar individu antara lain:
1. Dari
diri individu adalah usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian, apakah
kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert ayang secara
keseluruhan dituangkan dalam lima faktor kepribadian (Big Five Factor
Personality yang meliputi ektraversia, emotional stability, agrecables,dan
operres to experience} dalam hal ini emotional stability berhubungan dengan
mudah tidaknya seorang mengalami stres.
2. Faktor
dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan
kerja, cita-cita. Lingkungan mendorong kondisi kerja penuh dengan stres yang
disebut stress kerja dan dapat langsung mempengaruhi keamanan pekerja dan
kesehatan.
Berdasarkan uraian
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor- faktor yang menyebabkan stres
kerja dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Faktor
internal antara lain faktor individu. Faktor individu seperti keluarga,
ekonomi, kepribadian.
2. Faktor
eksternal antara lain faktor lingkungan dan organisasi. Faktor lingkungan
berupa keamanan dan keselamatan dalam lingkungan pekerjaan, perilaku manejer
terhadap bawahan, kurangnya kebersamaan dalam lingkungan pekerjaan. Faktor
organisasional seperti tuntutan tugas yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan
pekerjaan dalam kurung waktu tertentu.
b. Faktor
Sosial
Ada
beberapa faktor yang mendukung faktor Sosial yaitu:
1.
Ketidakpastian politik.
Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak
sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan
mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti
penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat
para karyawan terlambat masuk kerja.
2.
Kemajuan teknologi. Dengan
kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan baru atau
membuat sistem baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan
menyesuaikan diri dengan itu.
3. Terorisme adalah sumber
stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21,
seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan
orang-orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stress.
4.
Tipe-tipe
Stres
1. Eustress
Eustress
adalah stres dalam bentuk positif. Ini adalah stres yang baik yang dapat
merangsang seseorang untuk melakukan berbagai hal dengan lebih baik. Seseorang
dapat merasakan situasi tertentu, seperti pekerjaan baru, atau bertemu dengan
idolanya. Jenis stres ini disebut sebagai eustress, dan secara fisik dan
psikologis tidak berbahaya. Sebaliknya, stres jenis ini dapat memiliki efek
positif pada kesehatan dan kinerja individu, setidaknya dalam jangka pendek.
2. Distress
Distress,
atau apa yang biasa kita sebut sebagai stress, adalah jenis stress yang
memiliki efek negatif pada kesehatan fisik dan emosional. Distress sering
menghasilkan emosi yang intens, seperti kemarahan, rasa takut, dan kecemasan
atau panik. Terkadang, tekanan juga dapat terwujud dalam gejala fisik, seperti
palpitasi, sesak napas, dan peningkatan tekanan darah. Distress atau 'stres
buruk' selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis - distres akut,
gangguan akut episodik, dan penderita kronis.
3. Distress
Akut
Distres
akut adalah jenis yang paling umum dari stres yang datang tiba-tiba, menjadikan
kita ketakutan dan bingung. Meskipun stres akut hanya berlangsung untuk jangka
waktu pendek. Stres akut sering menghasilkan reaksi'lari atau melawan'. Sebuah
wawancara kerja, atau ujian dimana kita belum cukup siap adalah beberapa contoh
yang bisa menyebabkan stres akut. Gejala-gejala stres akut dapat dengan mudah
diidentifikasi. Gejala tersebut dapat meliputi tekanan emosional, sakit kepala,
migrain, peningkatan denyut jantung, palpitasi, pusing, sesak napas, tangan
atau kaki terasa dingin, dan keringat berlebihan.
4. Distress
Episodic Akut
Istilah
'stres akut episodik' biasanya digunakan untuk situasi ketika stres akut
menjadi norma. Jadi, gangguan episodik akut ditandai dengan sering mengalami
stres akut. Orang-orang memiliki jenis stres ini sering menemukan diri mereka
berjuang untuk mengatur kehidupan mereka dan sering menempatkan tuntutan yang
tidak perlu dan tekanan pada diri mereka sendiri, yang akhirnya dapat
menyebabkan kegelisahan dan lekas marah. Orang yang menderita gangguan episodik
akut selalu terburu-buru. Jenis stres dapat menyebabkan masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan, selain memburuknya hubungan interpersonal. Gejala
yang paling umum stres episodik akut adalah lekas marah, sakit kepala
terus-menerus, ketegangan, migrain, hipertensi, dan nyeri dada.
5. Distress
kronis
Distress kronis adalah
stres yang bertahan untuk waktu yang lama. Stres kronis biasanya berasal
keadaan yang tidak dapat dikontrol. Kemiskinan, perasaan terperangkap dalam
karir menjijikkan, hubungan yang bermasalah, dan pengalaman trauma masa kecil
adalah beberapa contoh peristiwa atau keadaan yang dapat menyebabkan stres
kronis. Stres kronis sering menimbulkan rasa putus asa dan kesengsaraan, dan
dapat mendatangkan malapetaka pada kesehatan baik fisik dan mental. Kelelahan
mental dan fisik akibat stres kronis kadang-kadang dapat menyebabkan masalah
kesehatan seperti, serangan jantung dan stroke. Hal ini juga dapat menyebabkan
depresi, kekerasan, dan bunuh diri dalam kasus yang ekstrim. Mungkin aspek
terburuk dari stres kronis adalah bahwa orang terbiasa dengan jenis stres, dan
sehingga sering diabaikan atau diperlakukan sebagai cara hidup. Mengobati stres
kronis tidak mudah, biasanya membutuhkan perawatan medis dan tehnik manajemen
stres.
5. Cerita Saya Tentang
Stres dan Cara Mengatasinya
Saya pernah
merasa stress karna begitu banyak masalah yang membuat saya memikirkan bagaimana
cara mengatasi masalah tersebut, hingga saya saking memikirkannya saya menjadi stres
sendiri.
Dan saya mengatasi stress
ini dengan cara meminta saran kepada teman saya untuk menyelesaikan masalah
tersebut. lalu saya liburan bersama teman-teman saya dan refresing supaya tidak
stress.
Referensi
Feist,
J., Fiest, G. J. (2010). Theories Of Personality. 7th ed. Boston: Mc Graw Hill.
Schuler,
E. Definition and Conceptualization of Stress in Organizations, Thousand
Oaks: Sage, 2002
Alex
Sobur, 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
Desmita,
2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Nofiana
Sari, 2010. Pengaruh rasa percaya diri dan penyesuaian diri terhadap
kemampuan berinteraksi social siswa kelas X di SMK Negeri 2 Pacitan. Skripsi
tidak diterbitkan. Madiun: BK FIP IKIP PGRI Madiun